ARTIKEL SEDJARAH
Posted by
MUSIBAH
JENDRAL A.H NASUTION
Dialah
perwira yang paling tinggi pangkatnya setelah Jendral Yani tewas di culik
pasukan G 30 S.
Saat itu dia sudah menyandang bintang empat, sedangkan Soeharto
masih bintang tiga.
Di saat TNI
AD terpecah (secara tidak transparan) dalam kubu-kubu di tahun 1960-an, Kubu
Nasution ditakuti oleh kubu Yani dan Kubu Soeharto.
Banyak
politikus saat itu yang mengatakan bahwa Letjen TNI AH Nasution paling pantas
menggantikan Presiden Soekarno. Dia terkenal anti-PKI, memiliki dedikasi yang
tinggi dan termasuk jenderal yang diculik pelaku G30S (dia lolos, tapi anaknya
tewas) sehingga wajar menyan-dang gelar pahlawan.
Sangat
berpengalaman di bidang militer, Nasution juga matang berpolitik.
Dialah
pencetus ide Dwi Fungsi ABRI melalui jalan tengah tentara.
Ia
berpengalaman melakukan manuver-manuver politik yang dikoordinasi dengan
menggunakan kekuatan militer, agar tentara bisa masuk ke dalam lembaga-lembaga
negara secara efektif di pusat dan daerah.
Tidak banyak
diketahui orang adalah bahwa dari sekian perwira senior yang paling ditakuti
Presiden Soekarno saat itu adalah Nasution. Presiden Soekarno menjuluki
Nasution sebagai pencetus gagasan Negara dalam Negara. Itu berarti ia berani
menentang kebijakan Bung Karno. Di saat Yani masih ada pun, spekulasi yang
berkembang adalah bahwa jika Bung Karno meninggal atau sudah tidak lagi mampu
memimpin Indonesia, maka pengganti yang paling cocok adalah: Yani atau
Nasution. Kans mereka menjadi presiden sama besarnya.
Tetapi kemudian
Nasution dilipat oleh Soeharto. Ia – seperti halnya Yani – tidak mewaspadai isu
Dewan Jenderal. Dia benar-benar tidak awas soal berbagai kemungkinan yang bakal
terjadi akibat isu tersebut. Dia benar-benar tidak tahu – bahkan tidak menduga
– bahwa Soeharto yang pangkatnya lebih rendah berhasil ‘’menggosok’’ Letkol
Untung untuk menghantam Dewan Jenderal. Akibatnya nyaris merenggut nyawa
Nasution, tapi meleset sehingga Ade Irma Suryani Nasution gugur sebagai Bunga
Bangsa.
Pertanyaannya
adalah: mengapa Soeharto dalam mengambil tindakan-tindakan penting AD tidak
melibatkan Nasution? Jawabnya:Mungkin Soeharto memang menggunakan Nasution
sebagai umpan untuk menarik kekuatan-kekuatan anti-komunis, baik militer maupun
sipil yang berada di bawah pengaruh Nasution. Pada sisi lain Nasution digunakan
oleh Soeharto menjadi momok bagi Bung Karno sebab ia tahu Nasution adalah orang
yang paling berani menentang gagasan Bung Karno.
Mengatakan
Soeharto mengambil tindakan-tindakan penting tanpa melibatkan Nasution, tentu
ada contohnya. Salah satunya adalah sebagai berikut:
Setelah
lolos dari penculikan, sekitar pukul 09.00 WIB Nasution bertemu dengan
Soeharto. Pada waktu hampir bersamaan pagi itu – 1 Oktober 1965 – Soeharto
memerintahkan para petinggi AD berkumpul dan rapat di Makostrad. Tetapi
Soeharto minta bantuan Kodam Jaya untuk menyem-bunyikan Nasution. Tujuannya
seolah-olah untuk mengamankan Nasution yang mungkin saja masih dikejar oleh
pelaku G30S, sehingga rapat di Makostrad itu tidak dihadiri oleh Nasution.
Memori Yoga,
dalam rapat langsung ditegaskan oleh Soeharto bahwa penculikan para jenderal
yang baru saja terjadi itu didalangi oleh PKI. Soeharto juga berhasil mengajak
Komandan RPKAD Sarwo Edhi Wibowo agar menyatukan pasukannya di bawah pasukan
Kostrad untuk menggempur pelaku G30S dan PKI. Dibahas pula instruksi Presiden
ke Mabes ABRI agar semua pasukan tidak bergerak selain diperintah oleh
Presiden.
Akhirnya
sepakat menolak perintah Presiden. Alasannya: Nasib para jenderal yang diculik
belum diketahui dengan pasti. Operasi pengejaran terhadap para penculik sudah
disiapkan di Makostrad. Bila Menpangad tiada (Menpangad A Yani diculik) maka
yang menggantikan adalah Pangkostrad. Artinya Soeharto menunjuk dirinya
sendiri. ( Malamnya Soeharto mengumumkan di RRI bahwa ia mengambil-alih kendali
AD).
Maka rapat
memutuskan bahwa instruksi Presiden tidak perlu dipatuhi. Selain itu secara
otomatis disepakati bahwa keputusan Presiden mengambil-alih kendali militer dan
menunjuk Mayjen Pranoto sebagai pelaksana sehari-hari (caretaker) Menpangad
tidak perlu dipatuhi.
Rapat
memutuskan banyak hal penting, Soeharto lantas memerintahkan anak-buahnya untuk
mengambil Nasution keluar dari persembunyiannya dan membawa-nya ke Makostrad.
Nasution tiba di Makostrad dalam kondisi masih stres berat (karena baru saja
lolos dari pembunuhan) dan langsung dimasukkan ke dalam ruang rapat. Peserta
rapat masih berkumpul lengkap, tetapi sore itu rapat sudah hampir selesai.
Keputusan-keputusan sudah diambil beberapa jam sebelumnya. Nasution hanya
diberitahu bahwa rapat sudah berlangsung sejak pagi dan sudah hampir selesai.
Dengan cara
seperti itu Soeharto sudah menang setengah hari dari Nasution. Dalam kondisi
biasa setengah hari mungkin tidak ada artinya, tetapi pada kasus itu menjadi
sangat penting. Rapat itu menentukan kondisi negara Indonesia pasca G30S.
Nasution ternyata tidak marah bahwa dirinya tidak dilibatkan dalam rapat.
Karena, pertama, dengan dimasukkan ke Makostrad berarti dia harus menghormati
Pangkos-trad Soeharto.
Dari cara Nasution disembunyikan Soeharto, lantas
Nasution dibawa ke Makostrad, bisa jadi membuat ia merasa seolah-olah menjadi
tawanan Soeharto. Apalagi ia masih stres berat setelah lolos dari rentetan
tembakan.
Kedua, rapat toh sudah hampir selesai dan ia tidak tahu apa isinya.
Peristiwa
itu tampak kecerdikan Soeharto memasukkan Nasution dalam ruang rapat. Dengan
begitu seolah-olah Nasution ikut menyetujui keputusan-keputusan yang diambil
dalam rapat. Selain itu, tindakan itu juga menimbulkan kesan umum bahwa
Nasution pun dibawa ke Makostrad dan diamankan oleh Soeharto. Itu bisa
menim-bulkan kesan: Soeharto berada di atas Nasution. Juga menguatkan asumsi
bahwa G30S didalangi PKI karena Nasution dikenal anti-komunis. Ini sekaligus
untuk menarik kekuatan-kekuatan anti-komunis – baik dari militer maupun sipil –
ke pihak Soeharto. Yang paling vital, kehadiran Nasution di Makostrad saat itu
dijadikan momok oleh Soeharto untuk menakut-nakuti Presiden Soekarno.
Satu kalimat
Nasution yang ditujukan kepada Soeharto sesaat sebelum rapat selesai. Bunyinya
demikian: Sebaiknya Mayjen Soeharto secepatnya memulihkan keamanan agar
masyarakat tenang. Pernyataan ini terlontar secara spontan saja. Ia
menginginkan agar secepatnya diambil tindakan untuk menenangkan masyarakat
(atau mungkin untuk menenangkan diri Nasution sendiri). Tetapi bagi Soeharto
kalimat itu ibarat Pucuk dicinta, ulam tiba. Soeharto memang sedang menunggu
orang yang bisa memberi dia kuasa. Saran Nasution itu merupakan kuasa yang bisa
dia kembangkan kepada Presiden Soekarno. Tidak perlu menunggu lama, esoknya dia
bersama Yoga dan kelompok bayangannya beragkat ke Istana Bogor untuk menemui
Presiden Soekarno. Di sana Soeharto memaksa Bung Karno minta kuasa. Akhirnya
Soeharto benar-benar mendapatkannya: Pangkopkamtib.
Di tahun
1967 Nasution di angkat menjadi ketua MPR oleh soeharto yang sudah menjabat
sebagai Pejabat presiden. Namun di tunjuknya Nasution menjadi ketua MPR mungkin
hanya di manfaat-kan untuk menolak Pidato pertanggung jawaban soekarno tentang
G 30 S sekaligus membatalkan jabatan presiden seumur hidup bung karno yang
sebenarnya di angkat oleh MPR yang dulu. Kenapa mesti Nasution yang di tunjuk?
Mungkin karna hanya ia yang berani menentang Bung karno. Namun nasib Nasution
kemudian hampir sama saja dengan bung karno. Di pecat dan Terpenjara dari kehidupan politik negri ini.
0 komentar:
Posting Komentar